Alamat :

Ruko Rose Garden Blok RRG 1 no 61 Grand Galaksi City Bekasi

Our Service > Profesionalism Service > Taxation > Pendampingan Perpajakan

Pendampingan Perpajakan

1. Pendampingan Pemeriksaan Pajak

Pengertian Pemeriksaan Pajak Berdasarkan pasal 1 ayat 25 Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan pajak adalah 

“serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan”.

Pemeriksaan dimulai dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau pengiriman surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor. Dalam hal khusus, misalnya kondisi pandemi, pemeriksaan dapat dilakukan secara daring.

Hasil pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang dilampiri dengan daftar temuan hasil pemeriksaan dengan mencantumkan dasar hukum atas temuan tersebut.

Pemeriksaan dalam pengujian kepatuhan Wajib Pajak diakhiri dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan produk hukum yang dapat berupa:

  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Pendampingan Pemeriksaan Pajak yang kami lakukan adalah pendampingan dari tahapan awal pemeriksaan pajak hingga wajib pajak mendapatkan produk hukumnya.

2. Pendampingan Keberatan

Dalam pelaksanaan ketentuan Undang-undang dan Peraturan Perpajakan, jika wajib pajak tidak puas dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atas Audit Pajak, atau keberatan atas pemotongan pajak atau pemungutan pajak pihak ketiga, wajib pajak dapat mengajukan surat keberatan kepada Kantor Pelayanan Pajak.

Secara Spesifik layanan kami pada Klien untuk Keberatan Pajak meliputi:

  1. Meneliti peraturan yang berkaitan dengan pokok Keberatan Pajak
  2. Menyusun Surat Keberatan atas Ketetapan Pajak sehubungan dengan koreksi pajak dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP), termasuk juga diskusi dengan Klien mengenai argumen bantahan dan mempersiapkan dokumen pendukung yang harus dilampirkan.
  3. Meninjau dokumen bersangkutan yang akan dikirim ke Kantor Pelayanan Pajak dan memberikan rekomendasi cara untuk memperkuat argumen dan meminimalkan eksposur pajak.
  4. Mendaftarkan Surat Keberatan tersebut beserta lampirannya
  5. Membantu Klien berurusan dengan Kantor Pajak Daerah dalam menindaklanjuti proses Keberatan, termasuk juga menghadiri pertemuan dan juga mendampingi Klien, menyiapkan korespondensi untuk mengomentari pertanyaan dan permintaan Petugas Pajak dan memberikan informasi yang relevan untuk mencapai hasil yang menguntungkan dalam keberatan pajak
  6. Memberikan komentar dan rekomendasi mengenai hasil Keberatan (misalnya apakah menerima atau mengajukan Banding)

3. Pendampingan Banding Pengadilan Pajak

     Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak.

                   Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Secara Spesifik layanan kami pada Klien untuk proses Banding Pajak meliputi:

  1. Bertemu dengan Klien untuk mengumpulkan informasi dan fakta serta, mendiskusikan strategi untuk proses Banding Pajak
  2. Meneliti peraturan yang terkait dengan masalah Banding Pajak
  3. Menyusun Surat Banding Pajak termasuk memberikan rekomendasi bagaimana memperkuat argumen dan meminimalkan eksposur pajak dan menyerahkan Surat Banding ke Pengadilan Pajak
  4. Menyusun surat sanggahan terhadap surat somasi Banding (Kantor Pelayanan Pajak – KPP)
  5. Mengajukan surat sanggahan tersebut kepada surat somasi Banding ke Pengadilan Pajak
  6. Mempersiapkan penyampaian selanjutnya sesuai yang dibutuhkan selama proses persidangan
  7. Menghadiri, dan atau mewakili Klien dalam Pembacaan Sidang Pengadilan pajak
  8. Meninjaklanjuti Penerbitan Putusan Sidang Pengadilan Pajak

4. Pendampingan Gugatan

Pengertian Gugatan Pajak

Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak (“UU Pengadilan Pajak”) definisi gugatan adalah sebagai berikut:

“Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku”

Ruang Lingkup Pengajuan Gugatan

” Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:

1. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;

2. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;

3. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (I) dan Pasal 26; atau

4. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.”

Sebagai dasar hukum pengajuan gugatan adalah Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (“UU KUP”), yang
berbunyi sebagai berikut :

Dari ketentuan pasal 23 ayat (2) tersebut langsung dapat diketahui bahwa lingkup masalah perpajakan yang dapat diajukan gugatan adalah lebih luas bila dibandingkan dengan pengajuan banding. Banding hanya mengakomodir permasalahan dari Surat Keputusan Keberatan, sedangkan Gugatan dapat meliputi gugatan terhadap berbagai keputusan dibidang penagihan
pajak, berbagai keputusan dibidang keberatan pajak, pengurangan pajak, pembatalan pajak serta keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan.

Khusus untuk pengajuan gugatan atas penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan penerbitan Surat Keputusan Keberatan terdapat Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, selengkapnya sebagai berikut :

“Pasal 64 huruf g dan h ;
g) Pengajuan gugatan terhadap penerbitan surat ketetapan pajak berdasarkan pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;atau
h) Pengajuan gugatan terhadap penerbitan Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, untuk pengajuan keberatan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 2007;”

Berdasarkan ketentuan Pasal 64 ini, Surat Ketetapan Pajak (SKP) berdasarkan hasil pemeriksaan yang tidak sesuai prosedur yang dapat digugat adalah atas Surat Ketetapan Pajak (SKP) hasil pemeriksaan yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 tanpa memperhatikan tahun pajak yang diperiksa, artinya bila pemeriksaan telah dimulai 1 Januari 2008 walaupun
tahun pajak yang diperiksa tahun 2007 ke bawah apabila prosedur pemeriksaan dilanggar maka atas Surat Ketetapan Pajak (SKP) hasil pemeriksaan tersebut dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Pajak. Namun apabila jenis prosedur yang dilanggar dalam pemeriksaan adalah pemeriksa tidak terlebih dahulu memberikan kesempatan pada Wajib Pajak untuk melakukan
pembahasan akhir-Closing Conference atau tidak mengirimkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP), maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembatalan berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf d UU KUP, yang berbunyi sebagai berikut:

“Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
d. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak”.

Sama halnya dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atas hasil pemeriksaan, maka atas Surat Keputusan Keberatan dapat diajukan Gugatan ke pengadilan pajak adalah Surat Keputusan Keberatan yang pengajuan keberatannya diajukan setelah tanggal 31 Desember 2007. Namun jika Surat Keputusan Keberatan yang pengajuan keberatannya sebelum 31 Desember
2007 hanya bisa diajukan Banding ke Pengadilan Pajak.

Secara Spesifik layanan kami pada Klien untuk proses Gugatan Pajak meliputi:

  1. Bertemu dengan Klien untuk mengumpulkan informasi dan fakta serta, mendiskusikan strategi untuk proses Gugatan Pajak
  2. Meneliti peraturan yang terkait dengan masalah Gugatan Pajak
  3. Menyusun Surat Banding Pajak termasuk memberikan rekomendasi bagaimana memperkuat argumen dan meminimalkan eksposur pajak dan menyerahkan Surat Gugatan ke Pengadilan Pajak
  4. Menyusun surat sanggahan terhadap surat somasi Gugatan (Kantor Pelayanan Pajak – KPP)
  5. Mengajukan surat sanggahan tersebut kepada surat somasi Gugatan ke Pengadilan Pajak
  6. Mempersiapkan penyampaian selanjutnya sesuai yang dibutuhkan selama proses persidangan
  7. Menghadiri, dan atau mewakili Klien dalam Pembacaan Sidang Pengadilan pajak
  8. Meninjaklanjuti Penerbitan Putusan Sidang Pengadilan Pajak

 

5. Pendampingan Peninjauan Kembali (PK)

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung

Ketentuan yang mengatur mengenai Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap. Pasal 67 UU No.14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung menyatakan sebagai berikut :

”Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

  1. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
  2. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
  3. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
  4. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
  5. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
  6. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.”

 

Selanjutnya, Pasal 69 UU No.14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung menyatakan :

 

“Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk :

  1. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
  2. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
  3. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
  4. yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.”https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/index.php/prosedur-berperkara/prosedur-peninjauan-kembali

6. Pendampingan Restitusi Pajak

Restitusi Pajak adalah permohonan pengembalian pembayaran pajak yang diajukan wajib pajak kepada negara. Istilah restitusi pajak ini tercantum dalam UU KUP.

Secara sederhana, dalam restitusi pajak negara membayarkan kembali atau mengembalikan pajak yang telah dibayar wajib pajak. Perlu dipahami, restitusi pajak hanya terjadi jika jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan wajib pajak tidak memiliki utang pajak lainnya

Bulan April 2018, pemerintah mengeluarkan peraturan baru melalui Kementerian Keuangan yang bertujuan mempercepat pengumpulan wajib pajak yang memenuhi syarat dan memenuhi kriteria. Penentuan kriteria dilakukan dengan penelitian sederhana dan tanpa pemeriksaan.

Ketentuan berikut harus dipenuhi oleh pajak untuk mendapatkan percepatan pengembalian PPh dan PPN:

  1. Ada tiga kategori wajib pajak yang berhak mempercepat pengembalian pajak. Pertama, wajib pajak orang pribadi yang kelebihan pembayarannya kurang dari atau sama dengan Rp100 juta. Kedua, wajib pajak perusahaan yang membayar lebih dari atau sama dengan 1 miliar rupiah. Ketiga, PKP dengan kelebihan pembayaran di bawah atau sama dengan Rp 1 miliar.
  2. Wajib Pajak mengajukan SPT mereka tepat waktu, tidak memiliki tunggakan pajak, mengaudit laporan keuangan dan telah menerima opini wajar selama tiga tahun berturut-turut tanpa pengecualian dan tidak pernah dihukum dalam lima tahun terakhir di area pajak.
  3. Risiko rendah PKP ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dalam hal ini, PKP yang ditunjuk adalah perusahaan yang diperdagangkan secara publik, BUMN / BUMD, pengekspor counterparty bea cukai utama atau dealer yang memiliki reputasi baik yang profilnya dimiliki oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Prosedur pengembalian pajak adalah sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk pengembalian dana melalui kantor pajak setempat (KPP).
  2. Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan pemberitahuan ketetapan pajak untuk kelebihan pembayaran setelah melakukan inspeksi.
  3. Untuk pajak penghasilan, jika kredit pajak lebih tinggi dari pajak yang terutang atau jika pembayaran pajak telah dilakukan, maka seharusnya membayarnya sebelum jatuh tempo.
  4. Untuk PPN, jika jumlah kredit pajak melebihi pajak yang terutang atau jika pembayaran pajak telah dilakukan yang seharusnya tidak jatuh tempo. Jika pajak dipungut oleh pengumpul PPN, jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak keluaran setelah dikurangi pajak yang dikumpulkan oleh pengumpul PPN
  5. Untuk PPnBM, jika pajak yang dibayarkan lebih tinggi dari jumlah pajak terutang atau pembayaran pajak yang seharusnya tidak jatuh tempo.
  6. SKPLB akan dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya 12 bulan setelah menerima surat lamaran lengkap, dengan pengecualian untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang berbeda dalam keputusan Direktur Jenderal Pajak.
  7. Jika Direktur Jenderal Pajak tidak mengambil keputusan dalam waktu 12 bulan sejak permintaan penggantian, aplikasi akan dianggap disetujui dan SKPLB akan diterbitkan selambat-lambatnya 1 bulan setelah batas waktu.
  8. Dalam kasus keterlambatan SKPLB, wajib pajak akan menerima biaya bunga 2% per bulan, dihitung dari akhir periode sampai masalah SKPLB.